Kota Ikan Muncar Banyuwangi

Muncar Ujung Timur Pulau Jawa

sardinella lemuru nama lain ikan lemuru

Selamat datang di Muncar, Nelayan Kota Ikan Muncar Banyuwangi, Jawa Timur, bersiap melaut, Jumat (21/12). Nelayan Muncar masih menggunakan perahu dan alat tangkap tradisional untuk menjaring ikan, Perahu Suhiran (45) perlahan merapat di Pelabuhan Muncar. Wajah-wajah pelaut terlihat lelah, tetapi mata mereka menyiratkan kegirangan. Inilah gambaran kehidupan di Muncar, daerah di ujung timur Pulau Jawa yang lekat dengan perikanan.Hari itu, Senin (17/12), Suhiran dan nelayan lainnya panen raya. Puluhan ton ikan yang mereka bawa siap berpindah dari lambung kapal ke pabrik-pabrik sarden

ikan sardines produksi muncar


Aroma ikan segar langsung menyeruak begitu memasuki jalan utama kawasan itu. Jalur masuk ke dermaga, pasar, dan jalan besar sesak dengan orang- orang yang mengangkut ikan, es balok, keranjang bambu, dan jeriken bahan bakar minyak. Riuh pedagang, pembeli, dan anak buah kapal bercampur jadi satu. Pagi itu ikan melimpah. Semua orang bergairah bekerja setelah sekian lama paceklik, Suhiran (45), pemilik perahu, tersenyum menyaksikan ratusan ikannya berpindah tangan ke pedagang. Pada hari itu perahu tradisional nya berhasil menangkap 10 ton ikan sarden dari Selat Bali. Hanya dengan berkaus oblong, bersarung, dan bersandal jepit, ia pun melangkah ke bank untuk bertransaksi uang

awak perahu mengangkat ikan dalam keranjang


Muncar adalah kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Letaknya di pesisir Selat Bali. Pada masa silam orang merujuk Muncar sebagai pelabuhan di Teluk Pangpang, bagian dari Kerajaan Blambangan. Kini Muncar berkembang sebagai salah satu pelabuhan ikan terbesar di Nusantara. Suhiran adalah salah satu nelayan yang menikmati melimpahnya ikan di kawasan pelabuhan itu. Ia keturunan Bugis, kakek buyutnya datang ke Muncar jauh sebelum masa kemerdekaan.Tidak hanya orang Bugis, kampung-kampung nelayan di Muncar juga dipenuhi pendatang, seperti orang Madura, Jawa, dan Mandar
cara perahu slerek menangkap ikan

Muncar memang penuh dengan pendatang. Ratusan tahun lalu suku Madura, Bugis, Mandar, Melayu, China, Jawa, hingga kongsi dagang Inggris dan pasukan Belanda datang ke tempat ini untuk mencari kekayaan Blambangan, berdagang, dan merebut kekuasaan,Kedatangan para pelaut Bugis dan Madura ke Muncar pada zaman dulu tercatat dalam buku Ujung Timur Jawa, 1763-1813: Perebutan Hegemoni Blambangan yang ditulis oleh sejarawan Universitas Gadjah Mada, Sri Margana, Dikisahkan, pernah ada kapal besar milik English East India Company, kompeni dagang Inggris, yang merapat ke Blambangan pada Agustus 1766. Mereka membawa pelaut Bugis dan Madura di dalam ratusan perahu kecil. Pedagang Inggris itu menukar opium, senjata api, dan 2 ton bubuk mesiu dengan 10 koyan beras dan kerbau,Perdagangan yang dibuka oleh Inggris itu membuat orang- orang China, Melayu, dan Mandar tertarik datang. 

perahu slerek dengan 50 awak kapal

Sebelum Inggris, pasukan dari Mataram, Bali, dan Belanda lebih dulu memasuki Blambangan. Awalnya mereka menetap sementara, tetapi akhirnya mereka hidup turun-temurun di pesisir, menikmati melimpahnya kekayaan laut Selat Bali, Selama berabad-abad, Selat Bali memanjakan nelayan Muncar dengan ikan, terutama ikan lemuru. Pada 2000-2008, berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Banyuwangi, pelabuhan ini memasok sedikitnya 60.000 ton ikan, Ikan sebanyak itu tidak diambil dengan menggunakan perahu modern. Nelayan di Muncar masih setia memakai perahu tradisional, seperti jukung dan slereg. Jukung biasanya dipakai oleh nelayan kecil. Adapun slereg atau perahu ganda seperti milik Suhiran bisa berlayar jauh hingga ke Samudra Indonesia



Slereg memang perahu pengejar ikan. Sekali berangkat, slereg yang jumlah kapalnya sepasang bisa memuat 40 awak kapal dengan kapasitas angkut ikan 25 ton. ”Era 2000-an, slereg hampir selalu penuh ikan saat mendarat lagi di pelabuhan,” kata Muhtadin, nelayan keturunan Madura Melimpahnya lemuru menarik para investor datang untuk membangun pabrik pengolahan ikan di Banyuwangi. Jadilah Muncar sebagai pusat industri pengalengan ikan di Nusantara. Industri pengolahan ikan skala kecil pun turut berkembang. Pabrik tepung ikan, minyak ikan, hingga gudang pendingin dan pemindangan memadati kawasan industri perikanan


Muncar Banyuwangi Maps




Muncar tak habis-habisnya memanjakan nelayan. Saat musim ikan reda, muncul ubur-ubur. Menurut Pamudji (33), nelayan Muncar keturunan Jawa, ubur-ubur biasanya dijual untuk diekspor ke Korea. Harganya tak kalah dengan ikan, Rp 10.000 per kilogram,Mudahnya mendapatkan hasil laut di Pantai Muncar tidak lepas dari kondisi geografis Muncar. Kuatnya arus di Selat Bali membawa serta ikan dan biota laut lainnya ke Teluk Pangpang. Di sinilah nelayan menjaring ikan yang terseret arus dan terjebak ke teluk.Sayangnya, potensi itu tak selamanya bisa dinikmati nelayan. Pada 2009-2011, perdagangan Muncar lumpuh total karena paceklik berkepanjangan. Paceklik yang biasanya hanya 1-2 bulan kini mendera sampai 2 tahun. Hasil tangkapan ikan merosot drastis dari 80.000 ton menjadi sekitar 20.000 ton. Nelayan menuding bahwa kerusakan lingkungan menjadi penyebab. Namun, pabrik besar menyalahkan perubahan iklim.


Tak hanya lemuru yang langka. Tongkol dan layar pun menghilang. Industri perikanan terpukul. Pabrik pengalengan menyusut dari 15 unit menjadi 7 unit. Sebagian bertahan dengan menggunakan lemuru impor. Kompleksitas industri di Muncar pun menjadi ironi. Ikan dari Muncar digantikan oleh ikan dari China,Sumadi (46), salah satu awak buah kapal, bahkan menggadaikan sertifikat rumahnya dan menjual perhiasan istrinya.untunglah masa paceklik itu mulai terlewati. Namun, persoalan tetap membelit. Kerusakan lingkungan dan konsumerisme. Muaranya jelas: kemiskinan!

Video Suasana Pelabuhan Ikan Muncar :


Demikian artikel dari Anak Nelayan tentang Muncar Ujung Timur Pulau Jawa, semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua, Terima kasih atas kunjungan anda
Tag : muncar, nelayan
Back To Top